Laman

*** BINA PSIKOLOGI SURABAYA *** Alamat : Jl. Kedung Tarukan 2 / 31-A Surabaya, Telp. 03170272815 / 0817309685, email : mudhar.bps@gmail.com

Kamis, 18 Juli 2013




DERMATOGLYPHIC MULTIPLE INTELLEGENCE (DMI)

Pada suatu hari suara telepon berdering, ketika saya angkat dia menyakan tentang Bina Psikologi Surabaya, mulai dari tempat (alamat), jasa yang ditangani, tingkat pendidikan konsultannya, sampai dengan pengalaman menangani klien. Setelah dijelaskan semuanya baru dia menyatakan keinginannya untuk melakukan pemeriksaan bakat dan kecerdasan anaknya. “Baik saya siap membantu”, akan tetapi yang dia minta proses psikotesnya tidak menggunakan perangkat soal-soal atau alat peraga lainnya yang biasa digunakan oleh psikolog, yang dia inginkan adalah tes sidik jari atau fingerprint test. Singkat cerita, saya katakan, “Bina Psikologi Surabaya” memberi layanan konsultasi dengan kaidah-kaidah dan norma-norma psikologi, untuk fingerprint test kami tidak punya dan tidak melayani.
Itulah sekelumit cerita yang pernah saya alami, dan sebenarnya permintaan itu sudah beberapa kali dan beberapa orang, baik melalui telepon mapun langsung datang Bina Psikologi Surabaya (BPS), sehingga saya mulai berpikir tentang fingerprint test. Sejak itu saya mulai mencoba untuk mengenal lebih jauh tentang lat tes itu. Dari hasil penelusuran yang mungkin masih terbatas saya tahu sedikit bahwa fingerprint test adalah Alat untuk mengetahu bakat seseorang melalui analisis garis tangan atau jari dengan pendekatan Dermatoglyphic Multiple Intellegence (DMI) assessment.
Dengan membaca berbagai artikel tetang Dermatoglyphic Multiple Intellegence (DMI) assessment yang terbayang dibenak saya mengenai praktek analisis psikologis dengan Dermatoglyphic Multiple Intellegenc tidak lebih dari seorang dukun yang sedang meramal garis tangannya, hanya saja dengan analisis ini lebih modern dan menggunakan sarana teknologi canggih. Kenapa saya mengatakan serupa dengan dukun, analisis DMI ini tidak akan pernah melihat kondisi psikologis yang terjadi pada saat dilakukan tes.
Secara Genetis sidik jari bersifat menetap dan spesifik pada proses perkembangan susunan syaraf pusat, sehingga memiliki korelasi yang menentukan struktur otak yang dominan yang kemudian diinterpretasikan secara psikologi untuk mengetahui kecendrungan bakatnya. Dengan demikian anggapan ini menunjukkan bahwa potensi psikologis menetap, tidak berubah dan tidak berkembang. Padahal aspek psikologis bisa berubah dan berkembang, dengan tidak mengecilkan teman-teman yang menggunakan pendekatan Dermatoglyphic Multiple Intellegence (DMI) assessment, atau mungkin juga karena keterbatasan pengetahuan saya tentang DMI, saya masih belum bisa menerima secara logis tentang alat tersebut.

CYBERBULLYING

Bentuk interaksi yang tidak sehat semakin nyata dalam kehidupan di kalangan masyarakat sekitar. Salah satu bentuk interaksi yang tidak sehat adalah kekerasan. Seiring berjalannya waktu, kekerasan tidak hanya melalui fisik, namun juga melalui media online, baik melalui internet maupun melalui telepon seluler. Kekerasan melalui media online biasa juga disebut cyberbullying. Cyberbullying merupakan fenomena baru yang mewarnai kehidupan sosial individu, khususnya di bidang pendidikan dan sosial.

Cyberbullying adalah segala bentuk kekerasan yang dialami anak atau remaja dan dilakukan oleh teman seusia anak atau remaja tersebut melalui dunia internet. Tindakan cybdakan ying.ebut adi. -olok, mengancam,  atau SMS. rjadi aderbullying alah mengirim pesan dengan ejekan atau ancaman secara online melaluyang paling sering terjadi, antara lain: (1) pengiriman pesan ancaman secara online melalui internet dan SMS; (2) mengirimkan informasi atau gambar pribadi orang lain tanpa izin ke internet; (3) mendaftarkan orang lain tanpa sepengetahuannya kesitus-situs grup online tertentu; (4) menggunakan account orang lain dalam chating tanpa izin pemilik; (5) menyebar kabar bohong atau gossip seseorang melalui e-mail atau SMS dan; (6) menjebak seseorang sehingga mau berbagi informasi pribadi melalui chating atau SMS. Pelaku melakukan tindakan cyberbullying tersebut karena marah, ingin balas dendam, frustasi, dan ingin mencari perhatian.
Cyberbullying dapat terjadi setiap saat, siang ataupun malam. Seperti yang tertulis dalam SEJIWA (2008:17), korban umumnya remaja yang sering diejek dan dipermalukan karena penampilan dari korban, status keluarga korban, atau cara korban bertingkah laku di sekolah, sehingga membuat iri teman sebayanya yang menjadi pelaku cyberbullying.
Jenis cyberbullying yang paling sering dilakukan oleh pelaku adalah mengunjungi website untuk menyakiti korban dengan persentasi 75%, berkata jahat atau menyakiti kepada korban secara online dengan persentasi 58%, dan tindakan cyberbullying dalam chat-room dengan persentasi 56%. Jenis cyberbullying yang paling sering diterima oleh korban adalah diancam secara online dengan persentasi 35% dan pernah menerima email jahat atau ancaman dengan persentasi 21%.
Bagi pelaku cyberbullying, pelaku merasakan kepuasan apabila berkuasa di kalangan teman sebayanya. Pelaku juga merasa senang karena telah berhasil membuat korban mengalami hal-hal buruk, seperti kecemasan, perasaan tidak aman, perasaan harga diri yang rendah, kurangnya kemampuan untuk bersosialisasi, membuat siswa stress yang berkepanjangan, mogok sekolah, kehilangan kepercayaan diri atau bahkan bunuh diri.
Pelaku cyberbullying saat melakukan tindakannya tidak semua disebabkan oleh kompensasi karena kepercayaan diri yang rendah. Banyak di antara pelaku cyberbullying justru memiliki kepercayaan diri yang begitu tinggi dan sekaligus dorongan untuk selalu menindas dan menggencet anak yang lebih lemah. Ini disebabkan karena pelaku tidak pernah dididik untuk memiliki empati terhadap orang lain, untuk merasakan perasaan orang lain yang mengalami siksaan.
Salah satu penyebab seseorang memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan kekerasan adalah konsep diri. Konsep diri seseorang diperoleh karena pengalaman-pengalaman di dalam kelompok, sekolah, atau masyarakat. Konsep diri dapat dikatakan positif apabila seseorang dapat mengatakan hal-hal yang positif mengenai dirinya, seperti keberhasilan serta harapan-harapannya. Sedangkan, konsep diri dapat dikatakan negatif apabila seseorang hanya mengenal kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya. Seseorang dengan konsep diri negatif akan menggunakan segala cara untuk menutupi segala kelemahan yang dimiliknya, salah satunya dengan memunculkan tindakan kekerasan.
Konsep diri sangat erat hubungannya dengan diri individu. Kehidupan yang sehat, baik fisik maupun psikologis salah satunya didukung oleh konsep diri yang baik dan stabil. Konsep diri adalah hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang dirinya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam membina hubungan interpersonal. Konsep diri tidak langsung ada, begitu individu dilahirkan, tetapi secara bertahap seiring dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan individu, konsep diri akan terbentuk karena pengaruh lingkungan dan pengalaman diri sendiri serta uraian yang diberikan orang lain tentang dirinya.
Konsep diri sendiri terbagi menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Remaja yang memiliki konsep diri positif pada umumnya mempunyai ciri-ciri yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah, merasa sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa tiap orang mempunyai keragaman perasaan, hasrat, dan perilaku yang tidak disetujui oleh masyarakat, mampu mengembangkan diri karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang buruk dan berupaya untuk mengubahnya. Remaja yang memiliki konsep diri positif cenderung menjadi individu yang tahu betul tentang dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya, sehingga evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain.
Sementara remaja yang memiliki konsep diri negatif pada umumnya mempunyai ciri-ciri peka terhadap kritik, responsif terhadap pujian, punya sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disukai orang lain, pesimitis terhadap kompetensi. Remaja yang memiliki konsep diri negatif cenderung menjadi remaja yang kurang bertanggung jawab terhadap dirinya dan orang lain, sehingga dapat menimbulkan perilaku yang merusak dalam diri remaja. Perilaku yang merusak, seperti melakukan tindakan kekerasan. Kekerasan yang dilakukan dapat berupa kekerasan fisik dan kekerasan non fisik. Bentuk dari kekerasan fisik, antara lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain. Sedangkan, bentuk dari kekerasan non fisik, antara lain: mengolok-olok orang lain, memfitnah orang lain, dan lain-lain.
Seiring dengan perkembangan teknologi, saat ini kekerasan non fisik yang dilakukan tidak lagi melalui “face to face”, namun juga melalui media online, baik melalui internet maupun melalui telepon seluler. Kekerasan melalui media online biasa juga disebut cyberbullying. Cyberbullying merupakan fenomena baru yang mewarnai kehidupan sosial remaja, khususnya di bidang pendidikan dan sosial.