Laman

*** BINA PSIKOLOGI SURABAYA *** Alamat : Jl. Kedung Tarukan 2 / 31-A Surabaya, Telp. 03170272815 / 0817309685, email : mudhar.bps@gmail.com

Selasa, 24 Mei 2011

Untuk Pasangan Suami Istri Yang Tinggal Berjauhan

1.    Saling percaya. Hal ini mutlak menjadi dasar utama untuk menjaga keutuhan kelauarga yang hidup berjauhan. Keduanya akan sulit untuk mengetahui secara pasti apa yang sedang dikerjakan dari keduanya, dan juga akan sulit mengontrol kehidupan masing-masing. Hanya saling percayalah yang bisa mengawasi keduanya.
2.   Perbanyak komunikasi. Komunikasi jarak jauh dijaman sekarang sudah banyak tersedia, mudah dan murah. Tinggal hasrat dan kemauan ada apa tidak. Komunikasi menjadi penting karena dengan komunikasi itu kita akan saling mengetahui keadaan pasangan kita, dengan komunikasi berarti kita bisa menunjukkan perhatian kepada pasangan walaupun jauh disana. Dengan komunikasi juga akan banyak hal yang bisa dimusyawarahkan, baik masalah anak, masa depan bahkan tentang kebersamaan lainnya.
3.   Komit dengan pengasuhan anak. Anak adalah investasi keluarga yang sangat besar dan sangat mahal. Tetaplah pada komitmen untuk tetap mengasuh dan mendidik anak wlaupun dengan jarak jauh. Seringlah mengadakan kontak melalui telepon ataupun media internet lainnya untuk tetap menunjukkan kasih sayang kepadanya.
4.  Kirim foto secara berkala. Foto atau gambar pribadi dapat menunjukkan kondisi atau keadaan pasangan yang ada nun jauh disana. Dengan saling mengirim foto akan menjadi pelepas kangen keduanya dengan foto akan menjadi pelepa rindu karena lama tak jumpa.
5. Ajak Anak-Istri/Suami ke tempat kerja. Jika ada waktu (liburan) dan jika memungkinkan (waktu dan biaya) ajak anak dan istri atau suami ketempat kerja, dengan mengajak ketempat kerjanya anak istri atau suami akan lebih meningkatkan rasa saling percaya diantara anggota keluarga. Nilai kepercayaannya akan lebih tinggi jika dibandingkan hanya pulang kerumah (pulang kampung).

Menuju Keluarga Sakinah

Menikah berarti tidak hanya menyatukan dua orang laki-laki dan perempuan, namun juga menyatukan dua rumpun keluarga yang berbeda, baik secara suku, bangsa, adat, budaya, kebiasaan, bahkan juga bisa jadi beda negara. Tidaklah mudah menyamakan dua keluarga yang memang berbeda latar belakangnya, dan juga tidaklah sulit menyatukan keduanya jika keduanya saling menyadari akan keberadaannya. Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum menikah untuk menuju keluarga yang Sakinah, Mawaddah, Warohmah.
1.      Persiapan psikologis. Tahap ini perlu disadari bahwa dengan menikah akan terjadi situasi baru yang sangat berbeda dengan kondisi sebelumnya. Ada hak dan kewajiban baru yang perlu dilaksanakan diantara keduanya. Keluar rumah tidak bisa sewaktu-waktu dan seenaknya sendiri. Kebebasan yang dialami selama masih bujang tentunya akan sangat terkurangi ketika sudah menikah. Predikat sebagai seorang suami atau seorang itripun akan disandangnya. Bahkan masih banyak lagi perbedaan-perbedaan situasi yang akan terjadi.
2.      Kenalilah calon pasangan anda. Mengenali pasangan anda sangat penting, mengetahui dan mengenali sifat, sikap dan kebiasaan-kebiasaan akan menjadi dasar dalam interaksi keluarga nantinya. Jika sudah bisa megetahui dan mengenali kelebihan dan kekurangannya calon diharapkan akan saling mengisi keduanya. Tidak akan pernah menemukan calon pasangan yang benar-benar sempurna, kekurangan dan kelebihan sudah pasti akan ada pada setiap orang. Dengan mengenali lebih awal kelebihan dan kekurangannya diharapkan bisa saling mengisi, bahkan mungkin juga dengan dikenali kelebihan dan kekurangannya lebih awal anda akan bisa mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Bahkan jika memang tidak mungkin bisa saling mengisi kelebihan dan kekurangannya akan dapat mengambil keputusan lebih awal, tetap dilanjukan kejenjang pernikahan atau mencari pasangan lain.
3.      Tumbuhkan saling percaya. Walaupun pernikahan sudah terhadi bukan berarti kedua pasangan ini akan saling bersama setiap saat, bisa jadi waktu kebersamaannya lebih sedikit jika dibandingkan dengan “hidup sendiri-sendiri”. Artinya walaupun sudah menjadi suami istri mereka akan disibukkan dengan kegiatan masing-masing, jika suaminya bekerja maka waktunya banyak dihabiskan di kantor (tempat kerja) bahkan bisa jadi berangkat jam 6 pagi pulang jam sembilan malem, bertemu dan bercandanya hanya sebentar terus mereka tidur, begitu seterusnya. Dari sinilah rasa saling percaya sangat dibutuhkan, karena rasa saling percaya itulah yang akan mengontrol perilaku kita walaupun tanpa adanya pengawasan dari pasangan kita.
4.      Musyawarah untuk mufakat. Persoalan sudah bisa dipastikan akan terjadi pada setiap pasangan suami istri. Untuk mengatasi itu adalah musyawarah mufakat, bukan untuk mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Tidak jarang ketika ada persoalan atau ada perselisihan diantara keduanya, bukan musyawar mufakat, tapi menang-menangan, selalu merasa benar. Kalau ini terjadi maka penyelesaian tidak akan terjadi. Jika perselisihan ini sering terjadi sebenarnya sangat mudah, ada pepatah jawa yang sangat populer “Sing Waras Ngalah”, artinya yang sadar mengalah, karena sebenarnya mengalah bukan berarti kalah, mengalah demi untuk hal yang lebih besar yaitu keutuhan rumah tangga.