Bentuk interaksi
yang tidak sehat semakin nyata dalam kehidupan di kalangan masyarakat sekitar.
Salah satu bentuk interaksi yang tidak sehat adalah kekerasan. Seiring berjalannya
waktu, kekerasan tidak hanya melalui fisik, namun juga melalui media online,
baik melalui internet maupun melalui telepon seluler. Kekerasan melalui media
online biasa juga disebut cyberbullying. Cyberbullying
merupakan fenomena baru yang mewarnai kehidupan sosial individu, khususnya
di bidang pendidikan dan sosial.
Cyberbullying adalah segala bentuk kekerasan yang dialami anak atau remaja dan dilakukan oleh
teman seusia anak atau remaja tersebut melalui dunia internet. Tindakan cybdakan
ying.ebut adi. -olok, mengancam, atau
SMS. rjadi aderbullying alah
mengirim pesan dengan ejekan atau ancaman secara online melaluyang
paling sering terjadi, antara lain: (1) pengiriman pesan ancaman secara online melalui internet dan SMS; (2) mengirimkan
informasi atau gambar pribadi orang lain tanpa izin ke internet; (3) mendaftarkan
orang lain tanpa sepengetahuannya kesitus-situs grup online tertentu; (4) menggunakan account orang lain dalam chating
tanpa izin pemilik; (5) menyebar kabar bohong atau gossip seseorang melalui
e-mail atau SMS dan; (6) menjebak seseorang sehingga mau berbagi informasi pribadi
melalui chating atau SMS. Pelaku melakukan
tindakan cyberbullying tersebut karena
marah, ingin balas dendam, frustasi, dan ingin mencari perhatian.
Cyberbullying dapat terjadi setiap saat, siang ataupun malam. Seperti yang tertulis dalam
SEJIWA (2008:17), korban umumnya remaja yang sering diejek dan dipermalukan
karena penampilan dari korban, status keluarga korban, atau cara korban
bertingkah laku di sekolah, sehingga membuat iri teman sebayanya yang menjadi
pelaku cyberbullying.
Jenis cyberbullying
yang paling sering dilakukan oleh pelaku adalah mengunjungi website untuk menyakiti korban dengan
persentasi 75%, berkata jahat atau menyakiti kepada korban secara online dengan persentasi 58%, dan
tindakan cyberbullying dalam chat-room dengan persentasi 56%. Jenis cyberbullying yang paling sering
diterima oleh korban adalah diancam secara online
dengan persentasi 35% dan pernah menerima email jahat atau ancaman dengan persentasi 21%.
Bagi pelaku cyberbullying, pelaku merasakan kepuasan apabila berkuasa di
kalangan teman sebayanya. Pelaku juga merasa senang karena telah berhasil
membuat korban mengalami hal-hal buruk, seperti kecemasan, perasaan tidak aman,
perasaan harga diri yang rendah, kurangnya kemampuan untuk bersosialisasi,
membuat siswa stress yang berkepanjangan, mogok sekolah, kehilangan kepercayaan
diri atau bahkan bunuh diri.
Pelaku cyberbullying saat melakukan tindakannya
tidak semua disebabkan oleh kompensasi karena kepercayaan diri yang rendah.
Banyak di antara pelaku cyberbullying
justru memiliki kepercayaan diri yang begitu tinggi dan sekaligus dorongan
untuk selalu menindas dan menggencet anak yang lebih lemah. Ini disebabkan
karena pelaku tidak pernah dididik untuk memiliki empati terhadap orang lain,
untuk merasakan perasaan orang lain yang mengalami siksaan.
Salah satu penyebab
seseorang memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan kekerasan adalah
konsep diri. Konsep diri seseorang diperoleh karena pengalaman-pengalaman di
dalam kelompok, sekolah, atau masyarakat. Konsep diri dapat dikatakan positif
apabila seseorang dapat mengatakan hal-hal yang positif mengenai dirinya,
seperti keberhasilan serta harapan-harapannya. Sedangkan, konsep diri dapat
dikatakan negatif apabila seseorang hanya mengenal kelemahan-kelemahan yang ada
pada dirinya. Seseorang dengan konsep diri negatif akan menggunakan segala cara
untuk menutupi segala kelemahan yang dimiliknya, salah satunya dengan
memunculkan tindakan kekerasan.
Konsep diri sangat erat hubungannya dengan diri individu. Kehidupan yang
sehat, baik fisik maupun psikologis salah satunya didukung oleh konsep diri
yang baik dan stabil. Konsep diri adalah
hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta keyakinan yang
diketahui dan dipahami oleh individu tentang dirinya. Hal ini akan mempengaruhi
kemampuan individu dalam membina hubungan interpersonal. Konsep diri tidak langsung ada, begitu individu dilahirkan, tetapi secara
bertahap seiring dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan individu, konsep
diri akan terbentuk karena pengaruh lingkungan dan pengalaman diri sendiri
serta uraian yang diberikan orang lain tentang dirinya.
Konsep diri sendiri terbagi menjadi
dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Remaja yang memiliki konsep diri positif pada umumnya mempunyai
ciri-ciri yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah,
merasa sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa
tiap orang mempunyai keragaman perasaan, hasrat, dan perilaku yang tidak
disetujui oleh masyarakat, mampu mengembangkan diri karena sanggup
mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang buruk dan berupaya untuk
mengubahnya. Remaja yang memiliki konsep diri positif cenderung menjadi individu
yang tahu betul tentang dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta
yang sangat bermacam-macam tentang dirinya, sehingga evaluasi terhadap dirinya
sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain.
Sementara remaja yang memiliki konsep diri negatif pada umumnya
mempunyai ciri-ciri peka terhadap kritik, responsif terhadap pujian, punya
sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disukai orang lain, pesimitis
terhadap kompetensi. Remaja yang memiliki konsep diri negatif cenderung menjadi
remaja yang kurang bertanggung jawab terhadap dirinya dan orang lain, sehingga
dapat menimbulkan perilaku yang merusak dalam diri remaja. Perilaku yang
merusak, seperti melakukan tindakan kekerasan. Kekerasan yang dilakukan dapat
berupa kekerasan fisik dan kekerasan non fisik. Bentuk dari kekerasan
fisik, antara lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan
lain-lain. Sedangkan, bentuk dari kekerasan non fisik, antara lain: mengolok-olok
orang lain, memfitnah orang lain, dan lain-lain.
Seiring dengan
perkembangan teknologi, saat ini kekerasan non fisik yang dilakukan tidak lagi
melalui “face to face”, namun juga
melalui media online, baik melalui
internet maupun melalui telepon seluler. Kekerasan melalui media online biasa juga disebut cyberbullying. Cyberbullying merupakan fenomena baru yang mewarnai kehidupan
sosial remaja, khususnya di bidang pendidikan dan sosial.