JANGAN “PAKSA” ANAK BERBOHONG
Berbohong adalah suatu pebuatan tercela, berbohong ialah
menyampaikan sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Gejala
pembohongan adalah amat keji dan sangat dibenci apalagi yang dibohongi itu
adalah banyak orang, maka sudah tentu bahaya dan dosanya lebih berat. Oleh itu
Islam menganggap perbuatan berbohong atau berdusta adalah satu perbuatan
munafiq.
Rasulullah s.a.w telah bersabda yang maksudnya:”Jika kamu
bercakap dengan saudaramu percakapan yang ia mempercayainya, sedangkan kamu
membohonginya, sesungguhnya perbuatan ini merupakan pengkhianatan besar.” (HR.
Abu Daud).
Dalam hadist lain Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya jujur
itu menunjukkan kepada kebaikan, sedangkan kebaikan menuntun menuju Surga.
Sungguh seseorang yang membiasakan jujur niscaya dicatat di sisi Allah sebagai
orang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemungkaran,
sedangkan kemungkaran menjerumuskan ke Neraka. Sungguh orang yang selalu
berdusta akan dicatat sebagai pendusta”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim )”
Tertarik dengan iklan layanan masyarakat yang dipersembahkan
oleh KPK baru-baru ini, yang disering ditayangkan di beberapa stasiun telivisi.“Waktu
kecil bohong, remaja nyontek, dewasa selingkuh juga nyogok, tua korupsi,
akhirnya masuk bui”. Saya lebih tertarik pada waktu kecil berbohong (dia
mengatakan bahwa yang menjatuhkan adalah kucing). Fenomena ini cukup menarik
karena masa kecil adalah awal seseorang tahu dan mengerti tentang sesuatu hal.
Jika kita melihat pada teori psikologi tentang “tabularasa” yang menganggap
bahwa anak lahir itu seperti kertas putih. Hadis riwayat Abu Hurairah
Radhiyallahu’anhu, Rasulullah SAW bersabda : Setiap anak itu dilahirkan dalam
keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi,
seorang Nasrani maupun seorang Majusi.
Sebenarnya semua orang tua tidak ingin anaknya menjadi
seorang pembohong, mereka berkeinginan agar putra putrinya menjadi orang yang
baik, menjadi orang yang jujur. Bebagai usaha yang telah dilakukan oleh orang
tua agar putra putrinya menjadi seorang yang jujur, mereka disekolahkan di
sekolah yang baik, mereka disekolahkan di sekolah yang berbasis agama.
Sebenarnya usaha orang tua itu sudah lebih dari cukup, namun terkadang sikap,
perbuatan dan perkataan yang sering tidak disadari oleh orang tua bahwa akan
membuat anak melakukan apa yang disebut dengan “bohong”.
Dari contoh kasus pada iklan layanan masyarakat dari KPK
tersebut, mengapa sampai anak itu berbohong dengan mengatakan bahwa kucing yang
menjatuhkan ? Jika kita telisik lebih jauh, bisa jadi orang tua sering memarahi
ketika anak melakukan suatu kesalahan. Jika hal ini dilakukan secara terus
menerus oleh orang tua, maka anak akan berusaha untuk menghindari resiko
hukuman (amarah) yang mungkin akan menimpa dirinya ketika dia melakukan suatu
kesalahan. Ketika dia mencoba berbohong untuk menghindari amarah dari orang
tuanya berhasil, maka akan diulangi dalam kesempatan yang lain, sehingga “berbohong”
akan menjadi alat untuk menhindari hukuman yang akan menimpanya.
Coba kita kembali lagi kepada bahwa anak dilahirkan dalam
keadaan fitrah, seperti kertas putih, maka sebenarnya jika dia sekarang sudah
pintar berbohong, maka sebenarnya lingkunganlah yang telah mengajarnya
berbohong, bahkan bisa dikatakan lingkungan terutama orang tua yang telah
“mamaksa” dia berbohong, karena dengan berbohong dia akan merasa aman.
Karena anak lahir dengan fitrah, bukankah berarti tak satupun anak
ketika lahir berniat menghancurkan masa depannya? Tak ada satupun bayi ketika
lahir berniat yang ada kepalanya :
“Ah jika aku besar nanti aku ingin menjadi pemabuk”;
“Ah jika besar nanti aku ingin jadi perampok yang hebat”.
Ataupun juga tidak akan pernah ada dikepalanya :
“jika besar nanti aku akan ingin jadi dokter”
“Ah jika besar nanti aku ingin jadi presiden”
Kalaupun itu terucap ingin jadi dokter atau ingin jadi
presiden, itu ketika anak-anak itu sudah lama berinteraksi dan belajar dari
lingkungannya terutama lingkungan keluarganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar