Laman

*** BINA PSIKOLOGI SURABAYA *** Alamat : Jl. Kedung Tarukan 2 / 31-A Surabaya, Telp. 03170272815 / 0817309685, email : mudhar.bps@gmail.com

Selasa, 03 Januari 2012


JANGAN “PAKSA” ANAK BERBOHONG

Berbohong adalah suatu pebuatan tercela, berbohong ialah menyampaikan sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Gejala pembohongan adalah amat keji dan sangat dibenci apalagi yang dibohongi itu adalah banyak orang, maka sudah tentu bahaya dan dosanya lebih berat. Oleh itu Islam menganggap perbuatan berbohong atau berdusta adalah satu perbuatan munafiq.
Rasulullah s.a.w telah bersabda yang maksudnya:”Jika kamu bercakap dengan saudaramu percakapan yang ia mempercayainya, sedangkan kamu membohonginya, sesungguhnya perbuatan ini merupakan pengkhianatan besar.” (HR. Abu Daud).
Dalam hadist lain Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebaikan, sedangkan kebaikan menuntun menuju Surga. Sungguh seseorang yang membiasakan jujur niscaya dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemungkaran, sedangkan kemungkaran menjerumuskan ke Neraka. Sungguh orang yang selalu berdusta akan dicatat sebagai pendusta”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim )”
Tertarik dengan iklan layanan masyarakat yang dipersembahkan oleh KPK baru-baru ini, yang disering ditayangkan di beberapa stasiun telivisi.“Waktu kecil bohong, remaja nyontek, dewasa selingkuh juga nyogok, tua korupsi, akhirnya masuk bui”. Saya lebih tertarik pada waktu kecil berbohong (dia mengatakan bahwa yang menjatuhkan adalah kucing). Fenomena ini cukup menarik karena masa kecil adalah awal seseorang tahu dan mengerti tentang sesuatu hal. Jika kita melihat pada teori psikologi tentang “tabularasa” yang menganggap bahwa anak lahir itu seperti kertas putih. Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, Rasulullah SAW bersabda : Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani maupun seorang Majusi.
Sebenarnya semua orang tua tidak ingin anaknya menjadi seorang pembohong, mereka berkeinginan agar putra putrinya menjadi orang yang baik, menjadi orang yang jujur. Bebagai usaha yang telah dilakukan oleh orang tua agar putra putrinya menjadi seorang yang jujur, mereka disekolahkan di sekolah yang baik, mereka disekolahkan di sekolah yang berbasis agama. Sebenarnya usaha orang tua itu sudah lebih dari cukup, namun terkadang sikap, perbuatan dan perkataan yang sering tidak disadari oleh orang tua bahwa akan membuat anak melakukan apa yang disebut dengan “bohong”.
Dari contoh kasus pada iklan layanan masyarakat dari KPK tersebut, mengapa sampai anak itu berbohong dengan mengatakan bahwa kucing yang menjatuhkan ? Jika kita telisik lebih jauh, bisa jadi orang tua sering memarahi ketika anak melakukan suatu kesalahan. Jika hal ini dilakukan secara terus menerus oleh orang tua, maka anak akan berusaha untuk menghindari resiko hukuman (amarah) yang mungkin akan menimpa dirinya ketika dia melakukan suatu kesalahan. Ketika dia mencoba berbohong untuk menghindari amarah dari orang tuanya berhasil, maka akan diulangi dalam kesempatan yang lain, sehingga “berbohong” akan menjadi alat untuk menhindari hukuman yang akan menimpanya.
Coba kita kembali lagi kepada bahwa anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, seperti kertas putih, maka sebenarnya jika dia sekarang sudah pintar berbohong, maka sebenarnya lingkunganlah yang telah mengajarnya berbohong, bahkan bisa dikatakan lingkungan terutama orang tua yang telah “mamaksa” dia berbohong, karena dengan berbohong dia akan merasa aman.
Karena anak lahir dengan fitrah, bukankah berarti tak satupun anak ketika lahir berniat menghancurkan masa depannya? Tak ada satupun bayi ketika lahir berniat yang ada kepalanya :
“Ah jika aku besar nanti aku ingin menjadi pemabuk”;
“Ah jika besar nanti aku ingin jadi perampok yang hebat”.
Ataupun juga tidak akan pernah ada dikepalanya :
“jika besar nanti aku akan ingin jadi dokter”
“Ah jika besar nanti aku ingin jadi presiden”
Kalaupun itu terucap ingin jadi dokter atau ingin jadi presiden, itu ketika anak-anak itu sudah lama berinteraksi dan belajar dari lingkungannya terutama lingkungan keluarganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar