Laman

*** BINA PSIKOLOGI SURABAYA *** Alamat : Jl. Kedung Tarukan 2 / 31-A Surabaya, Telp. 03170272815 / 0817309685, email : mudhar.bps@gmail.com

Kamis, 05 Januari 2012

NORMA DAN REALITAS

Saya punya seorang anak perempuan, sejak kecil sudah menggunakan kaca mata dengan minus 3.25. Ketika itu anak saya baru kelas 3 SD (sekolah dasar), kebiasaan di SD tersebut adalah memberi tugas pekerjaan rumah. PR yang sudah dikerjakan oleh anak saya biasanya di tunjukkan kepada saya atau kepada ibunya. Ada satu soal yang jawabannya membuat saya tanda tanya. Pertanyaannya berbunyi begini : Jika kamu melihat temanmu sedang berkelahi, apa yang akan kamu lakukan ? bentuk soalnya adalah multiple coice (pilihan), yang pilhan jawabannya adalah a. Melerai, b. Lapor Guru, dan c. Biarkan Saja. Mungkin bagi kita pasti akan menjawab pilihan a. Melerai, namun tidak demikian dengan ank saya. Jawabannya adalah c. Biarkan saja. Saya tidak menyalahkan ataupun membenarkan dari jawaban tersebut, saya hanya bertanya kepada anak saya, kenapa kamu memilih jawaban biarkan saja ? jawaban anak saya : “kalau saya melerai kaca mata saya akan ketonjok, dan akan pecah”. Spontan saya mengatakan “bagus”, namun dalam pikiran, saya harus mencari jawaban yang logis yang dapat diterima oleh anak yang masih kelas 3 SD, karena saya berkeyakinan jawaban anak saya tersebut akan disalahkan oleh gurunya. Singkat cerita, keesokan harinya setelah pulang sekolah anak saya betul-betul protes karena jawabannya disalahkan oleh gurunya padahal saya membenarkan bahkan memberi pujian “bagus”. Jawaban saya : “Jawaban kamu itu sangat benar karena kamu masih kecil dan tidak mungkin bisa melerai, kalaupun akan melerai kamu yang akan ketonjok. Kalau jawaban “melerai” itu adalah untuk orang-orang yang sudah besar, seperti ayah, seperti ibu ataupun seperti Bu Guru”. Alhamdulillah jawaban saya tadi dapat diterima dalam logika anak.
Kasus itu mungkin salah satu contoh dari pola pendidikan anak yang terkadang tidak sejalan antara perilaku yang sifatnya normatif dengan perilaku faktual yang ada dilapangan. Mungkin saya ambil salah satu contoh lagi soal yang serupa dengan kasus anak saya tersebut. Ada pertanyaan begini : “Jika ada orang didepan rumahmu yang kehujanan, apa yang akan kamu lakukan ?” Pasti jawabannya adalah membukakan pintu dan disuruh masuk agar tidak kena hujan. Namun realitasnya dilapangan tidak demikian. Biasanya sebelum orang tua pergi (ke luar rumah) sering kali akan berpesan “Nak jangan buka pintu, kalaupun ada tamu bilang saja bapak- ibu sedang pergi, tidak usah buka pintu cukup dari jendela saja”. Nah itulah pesan yang sering kita dengar dari para orang tua.
Sebaiknya jawaban-jawaban yang bersifat normatif itu, penilaiannya tidak berdasarkan benar salahnya menurut orang dewasa, namun lebih kepada alasan logis dari jawaban anak tersebut. Selain itu perlu adanya kesesuaian antara norma-norma yang diberikan disekolah (proses belajar mengajar) dengan realitas norma yang ada dilapangan atau di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar