Laman

*** BINA PSIKOLOGI SURABAYA *** Alamat : Jl. Kedung Tarukan 2 / 31-A Surabaya, Telp. 03170272815 / 0817309685, email : mudhar.bps@gmail.com

Kamis, 27 Januari 2011

MENUMBUH KEMBANGKAN KREATIVITAS SISWA MELALUI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

          Kreativitas merupakan salah satu aspek perkembangan siswa yang membutuhkan perhatian dari orang dewasa seperti orang-tua dan guru di sekolah  (Hartono, 2000).   Carl R. Rogers dalam Thomas B., Roberts (1975) mengemukakan  perkembangan kreativitas membutuhkan keamanan dan kebebasan psikologis.  Keamanan psikologis dapat dimunculkan melalui tiga proses yang berasosiasi, yaitu; menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan  keterbatasan-nya; kreativitas tidak memerlukan evaluasi eksternal, dan memahami individu secara empati.  Sedangkan kebebasan psikologis menurut Rogers, adalah pentingnya guru mengizinkan siswa secara bebas berekspresi simbolik, sehingga kreativitas dapat diaktualisasikan.  Situasi seperti ini membuat individu menjadi bebas sepenuhnya untuk berimajinasi, merasakan, bahkan menjadi apapun yang penting bagi dirinya.
         Siswa yang memiliki potensi kreatif mempunyai kebutuhan dan masalah khusus.  Jika mendapat pembinaan yang tepat yang memungkinkan mereka mengembangkan potensi kreativitasnya secara utuh dan optimal, mereka dapat memberikan sumbangan yang luar biasa kepada masyarakat, bangsa dan negara.  Jika tidak, mereka dapat menjadi underachiever, yaitu seseorang yang kinerjanya di bawah kemampuannya, dan hal ini tidak merugikan perkembangan dirinya saja, tetapi juga merugikan masyarakat yang kehilangan bibit unggul untuk pembangunan negara (Utami Munandar, 1999a). 
         Guilford (1985) menyoroti praktik pendidikan yang sedang berjalan berdasarkan teori struktur intelek yang ia kembangkan.  Guilford, mengemukakan bahwa terjadi ketidakseimbangan di antara pengembangan masing-masing kemampuan.  Pendidikan sekarang masih menekankan kemampuan ingatan, dan mengabaikan fungsi berpikir kreatif.  Selain itu, kebanyakan informasi disajikan dalam bentuk verbal dan kurang memberikan latihan kemampuan berpikir kreatif.  Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di beberapa negara tetangga, namun demikian di Indonesia keadaannya semakin mempriatinkan.  Model pembelajarannya pada umumnya masih menekankan aspek kemampuan menghafal, menebak terhadap beberapa alternatif jawaban soal yang sudah disediakan, sehingga para siswa dapat kehilangan potensi kreatifnya karena terbiasa menjawab soal-sola ujian dalam bentuk konvergen dan vertikal, sedikit sekali bahkan tidak pernah berlatih mengembangkan   pola pikir divergen dan lateral.
         Adalah kewajiban guru pembimbing untuk membantu dalam menumbuh kembangkan talenta dan potensi kreativitas siswa di sekolah melalui layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan keunikan siswa.   Guru pembimbing diharapkan menjadi pelopor untuk membuka jalan baru ke arah pengembangan kreativitas siswa.  Jika tidak bangsa Indonesia tidak bisa keluar dari ancaman maut akan kelangsungan hidup.  Dalam era global ini kita menghadapi bermacam-macam tantangan, baik dalam bidang ekonomi, kesehatan, politik, maupun  dalam bidang sosial dan budaya. Upaya pemecahan tantangan-tantangan itu, memerlukan kemampuan berpikir kreatif, yaitu suatu kemampuan individu yang unik berupa aktivitas kognitif yang menghasilkan cara-cara baru dalam memandang suatu masalah atau situasi (Solso dalam Suharnan, 1998).    
         Kajian konseptual ini diharapkan memperoleh   solusi  ke arah menumbuh kembangkan potensi kreativitas siswa utamanya di sekolah melalui layanan bimbingan dan konseling, sebagai suatu alternatif  menyiapkan sumber daya manusia (SDM) menuju masa depan bangsa Indonesia yang mampu bersaing  baik dalam bidang ekonomi, kesehatan, politik, maupun bidang sosial dan budaya dalam millennium ketiga dewasa ini.   

Konsep Kreativitas Siswa
1.  Pengertian kreativitas
         Elizabeth B. Hurlock (1999) mengemukakan kreativitas sebagai salah satu istilah yang sering digunakan meskipun merupakan istilah yang taksa (ambiguous) dalam penelitian psikologi masa kini. Hurlock (1999) mendefinisikan kreativitas secara populer yang menekankan pada pembuatan sesuatu yang baru dan berbeda.          Selanjutnya Robert J., Sternberg and Todd I., Lubart (1995) mengartikan kreativitas sebagai suatu ungkapan ide atau gagasan.  Kreativitas sebagai produk gagasan atau ide asli seseorang dapat dibedakan dengan  ide atau gagasan dari orang lain. 
         Definisi lain dikemukakan oleh Utami  Munandar (1999a) mengutip pengertian kreativitas berdasarkan tiga pendekatan yaitu pendekatan pribadi, pendekatan proses, dan pendekatan produk.  Berdasarkan pendekatan pribadi, tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya (Hulbeck dalam  Utami Munandar, 1999a). Definisi berdasarkan pendekatan proses, dikemukakan oleh Torrance dalam Sternberg yang dikutip oleh Utami Munandar (1999a) kreativitas meliputi seluruh proses kreatif dan ilmiah mulai dari menemukan masalah sampai dengan menyampaikan hasil.  Adapun langkah-langkah proses kreatif menurut Wallas yang dikutip oleh  Utami Munandar (1999a) meliputi tahap persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.   Pada tahap persiapan seseorang berusaha mengumpulkan berbagai informasi  yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi.  Pada tahap inkubasi, seseorang dengan sengaja tidak memikirkan sejenak tentang permasalahan yang dihadapi tetapi dalam pikiran tidak sadarnya tetap berlangsung terus pencarian pemecahan masalah itu.  Sedangkan pada tahap iluminasi dan verifikasi, orang merasakan bahwa apa yang telah ditemukan masih belum lengkap, kasar, atau dalam bentuk garis besar.  Oleh karenanya, temuan itu harus dicoba dilaksanakan dan dibuktikan dalam tindakan nyata.  Pada tahapan  ini  orang melakukan eksperimentasi dan evaluasi secara terus menerus sampai diperoleh suatu karya yang sempurna dan dapat diterapkan dalam kehidupan nyata (Suharnan,1998).   Carl R. Rogers dalam Thomas B., Roberts (1979) mengemukakan  kriteria produk kreatif yaitu;  produk itu harus nyata (observable), produk itu harus baru, produk itu adalah hasil dari kualitas unik individu dalam interaksi dengan lingkungannya. 
         Definisi berdasarkan pendekatan pendorong dikemukakan Simpson yang dikutip oleh  Utami Munanadar (1999a) yaitu kreativitas adalah “the initiative that one manifests by his power to break away from the usual sequence of thought”.  Mengenai dorongan dari lingkungan ada lingkungan yang tidak menghargai imajinasi atau fantasi, dan menekan kreativitas dan inovasi. Kreativitas juga tidak berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan konformitas dan tradisi, dan kurang terbuka terhadap perubahan atau perkembangan baru.
         Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka penulis menyimpulkan pengertian kreativitas sebagai berikut: (1) merupakan produk pemikiran, ide, ataupun gagasan-gagasan yang baru yang berbeda dengan produk pemikiran, ide atau gagasan dari orang lain; (2) merupakan proses pemikiran mulai dari menemukan masalah sampai dengan menyampaikan hasil, dan (3) perilaku kreatif memiliki ciri-ciri: produk itu nyata (observable), produk itu baru, dan produk itu hasil dari kualitas unik individu dalam interaksi dengan lingkungannya.

2.  Mengembangkan potensi kreativitas siswa
         Salah satu faktor penting dalam perkembangan kreativitas siswa, ialah upaya lingkungan sekolah untuk  menciptakan  kondisi yang memungkinkan kreativitas dapat berkembang. 
         Usaha mengembangkan kreativitas siswa selama ini banyak mengalami kendala utamanya bersumber dari kendala konseptul.  Suatu kendala konseptul  adalah mengartikan kreativitas sebagai sifat yang diwarisi oleh orang yang berbakat luar biasa atau genius (Utami Munandar, 1999b).  Kreativitas diasumsikan sebagai sesuatu yang dimiliki oleh anak secara alami, sehingga tidak banyak yang dapat dilakukan melalui pendidikan untuk mempengaruhinya.  Kendala ini harus mendapatkan perhatian khususnya dari kalangan pendidik seperti guru pembimbing.  Usaha-usaha penelitian yang dilakukan oleh para pendidik maupun ahli psikologi di Indonesia dapat dikatakan masih kurang.  Sehingga kita belum dapat memperoleh sumber referensi yang  cukup akurat berdasarkan budaya bangsa Indonesia dalam kaitannya dengan pengembangan kreativitas anak.
         Suasana rumah yang dapat merangsang perkembangan kreativitas anak berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di luar negeri seperti yang dikutip oleh Joan Beck (1997) adalah, kreativitas anak akan berkembang lebih baik bila sikap dalam rumah tangga anda terhadap anak hangat dan demokratis.  Anak yang hidup dalam suasana orang-tua yang memusuhinya, acuh serta membatasi geraknya, ternyata kemampuan kreativitas anak mundur beberapa angka dalam waktu tiga tahun.  Sebaliknya di rumah yang orang-tuanya bersikap hangat, penuh kasih sayang, menerangkan segala tindakan mereka kepada anak, dan memberikan kesempatan kepada anak ikut mengambil keputusan, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak serta memperhatikan sekali, ternyata kemampuan kreativitas anak dapat meningkat rata-rata delapan angka.  
          Carl R. Rogers dalam Thomas B., Roberts (1979) mengemukakan, bila kondisi-kondisi yang memungkinkan munculnya kreativitas sudah ada, maka tinggal bagaimana meningkatkannya sesuai kebutuhan sosial.  Untuk itu perlu diketahui kapan dan bagaimana saatnya menguatkan kreativitas.  Kreativitas tumbuh dari dalam dan tidak bisa dipaksakan, oleh karena itu pemunculannya harus diberikan kondisi bebas.  Rogers memberikan faktor X yaitu keamanan psikologis, dan faktor Y yaitu kebebasan psikologis yang memungkinkan timbulnya kreativitas yang konstruktif.  Faktor X adalah keamanan psikologis dapat dimunculkan melalui tiga proses yang berasosiasi, yaitu menerima individu sebagai nilai yang berharga, tidak memberikan evaluasi ekternal terhadap perilaku kreatif, dan memberikan pemahaman secara empati.  Sedangkan faktor Y yang berupa kebebasan psikologis adalah suatu kondisi di mana anak dapat secara bebas berekspresi simbolik, sehingga perilaku kreatif dapat dimunculkan. Lingkungan ini sanggup membuat seseorang individu bebas sepenuhnya untuk berimajinasi, merasakan, dan menjadikan apapun yang penting bagi dirinya. Hal itu menguatkan keterbukaan dan kemampuan bermain serta memanipulasi spontan terhadap persepsi, konsep, dan arti yang merupakan  bagian dari kreativitas.   
         Hasil penelitian yang dikutip oleh Elizabeth B., Hurlock (1999) telah menunjukkan dua faktor yang penting dalam menunjang perkembangan kreativitas seseorang yaitu, pertama; sikap sosial yang ada dan tidak menguntungkan kreativitas harus ditanggulangi, alasannya karena sikap seperti itu mempengaruhi teman sebaya, orang-tua, dan guru serta perlakuan mereka terhadap seseorang yang berpotensi kreatif.  Kedua, kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan kreativitas harus diadakan pada awal kehidupannya ketika kreativitas mulai berkembang dan harus dilanjutkan terus sampai berkembang dengan baik.  Sejalan dengan kedua faktor itu, Torda dalam Elizabeth B., Hurlock (1999) mengemukakan bahwa kreativitas tidak saja bergantung pada potensi bawaan yang khusus, tetapi juga pada perbedaan mekanisme mental yang menjadi sarana untuk mengungkapkan sifat bawaan.  Orang yang kreatif dan tidak kreatif berbeda dalam hal sikap (falsafah hidup), apa yang mereka anggap penting dan yang menimbulkan kecemasan, menunjukkan perbedaan dalam kecakapan memecahkan masalah. Perbedaan ini sebagian berasal dari sifat bawaan dan sebagian dari proses adaptasi awal yang berakar dari sikap orang tua.
         Mendasarkan pada hasil penelitian dan pendapat-pendapat di atas, dapat diperoleh suatu pemahaman betapa pentingnya faktor lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan kreativitas siswa.  Sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab atas perkembangan kreativitas siswa, guru pembimbing di sekolah memainkan peranan penting untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan kreativitas siswa dapat muncul.  Di sekolah perilaku guru pembimbing yang penuh perhatian kepada para siswa sehingga mampu menciptakan kondisi aman dan bebas, sangat membantu mengembangkan kreativitas siswa.  Kerja sama dan komunikasi antara guru pembimbing dan oarang-tua menjadikan faktor yang sangat penting.  Para guru pembimbing di lingkungan pendidikan formal, harus mampu memberikan perlindungan rasa aman dan kebebasan kepada siswa.  Kebebasan di sini bukan berarti kebebasan yang tanpa batas, melainkan suatu kebebasan yang dapat mempengaruhi siswa untuk bertanggung jawab karena ia sudah mampu memberikan makna terhadap nilai yang penting bagi dirinya.  
3. Teori kreativitas
         Untuk memberikan wawasan yang komprehensif tentang konsep kreativitas, berikut ini penulis  mengutip dua teori kreativitas dari para ahli yang dipakai sebagai landasan dalam kajian ini sebagai berikut. 
         Teori persimpangan kreativitas (Creativity Intersection).   Teori ini diusulkan oleh T.M. Amabile yang dikutip oleh  Utami Munandar (1999a) dalam membantu anak mewujudkan kreativitas, mereka perlu dilatih dalam keterampilan tertentu sesuai dengan minat pribadinya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan bakat atau talenta mereka. Pendidik terutama guru pembimbing perlu menciptakan iklim yang merangsang pemikiran dan keterampilan kreatif siswa, serta menyediakan sarana prasarana.  Di samping itu, siswa juga perlu memiliki motivasi intrinsik. Minat siswa untuk melakukan sesuatu harus tumbuh dari dalam dirinya sendiri, atas keinginannya sendiri.  Keberhasilan kreatif adalah persimpangan (intersection) antara keterampilan siswa dalam bidang tertentu (domain skills), keterampilan berpikir dan bekerja kreatif, serta motivasi intrinsik.
         Teori psiko-komponential.   Suharnan dalam Hartono (2000) mengajukan teori psiko-komponential untuk menjelaskan secara konseptual-psikologis mengenai fenomena kreativitas dalam pendekatan komponential.  Teori psiko-komponential akan menganalisis berbagai komponen atau variabel yang dipandang dari sudut psikologi sangat potensial untuk terlibat di dalam kreativitas.  Kreativitas didefinisikan sebagi aktivitas pikiran (mental activities) manusia yang ditujukan untuk mencari dan menemukan gagasan-gagasan baru atau orijinal yang berguna atau dapat diterapkan. Sebagai suatu aktivitas pikiran, maka kreativitas dapat muncul karena keterlibatan beberapa variabel yang disebut komponen.  Komponen di sini diartikan sebagai suatu kesatuan sumber-kapasitas pokok (main component) yang di dalamnya terdiri dari beberapa satuan-satuan yang lebih kecil (cub-component) yang mempengaruhi keseluruhan proses kreatif. Komponen-komponen itu mempunyai fungsi masing-masing dan berinteraksi satu sama lain, sehingga melahirkan pemikiran-pemikiran dan perbuatan kreatif.

Layanan bimbingan dan konseling dalam menumbuh kembangkan potensi kreativitas siswa
          Untuk dapat menumbuh kembangkan potensi kreativitas siswa melalui layanan bimbingan dan konseling di sekolah, guru pembimbing sebagai profesional yang memiliki kualifikasi dalam bidang bimbingan dan konseling di dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengembangkan layanan bimbingan dan konseling harus mendasarkan pada beberapa prinsip yang mengacu pada pengembangan potensi kreativitas siswa.  Dalam kaitan ini, penulis mengajukan  lima prinsip, yaitu :
1). Prinsip pemahaman.  Layanan bimbingan dan konseling diberikan kepada para siswa dimaksudkan untuk membantu mereka, agar ia memperoleh pemahaman (understanding) atas kelebihan dan kekurangannya.  Dari hasil pemahaman ini, siswa dapat mengidentifikasikan potensi-potensi kreativitasnya.
2). Prinsip penerimaan.  Sebagai kelanjutan pemahaman atas potensi-potensi kreativitas siswa, selanjutnya ia menerima potensi-potensi itu (acceptance) sebagai suatu hal yang harus ditumbuh kembangkan ke arah aktualisasi diri.       
3). Prinsip kebebasan dan keamanan psikologis.  Kreativitas siswa membutuhkan kebebasan dan keamanan psikologis.  Oleh karena itu, layanan bimbingan dan konseling di sekolah seyogyanya mampu menciptakan situasi yang menjamin pemberian kebebasan dan keamanan psikologis siswa.
4). Prinsip fleksibilitas layanan.  Fleksibilitas layanan artinya program bimbingan dan konseling dirancang dan dikembangkan dengan memperhatikan perbedaan individual siswa.  Atas dasar prinsip ini, siswa dapat merasakan bahwa layanan bimbingan dan konseling yang diterimanya sesuai dengan kebutuhan mereka.
5). Prinsip keahlian.  Guru pembimbing adalah seorang profesional yang mampu memberikan layanan bimbingan dan konseling secara profesional, mendasarkan pada teori-teori modern yang dirancang dan dikembangkan sesuai dengan keunikan siswa dan kondisi lingkungan sosial budaya yang berkembang.

         Menurut pola tujuh belas bimbingan dan konseling yang sejak tahun 1995 sampai sekarang sedang dikembangkan di sekolah-sekolah, layanan bimbingan dan konseling dikembangkan menjadi 7 layanan, yaitu; layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan pembelajaran, layanan konseling perorangan, layanan konseling kelompok, dan layanan bimbingan kelompok.  Semua jenis layanan tersebut diselenggarakan dengan mengacu pada empat bidang bimbingan dan konseling, yaitu; bidang bimbingan pribadi, bidang bimbingan sosial, bidang bimbingan belajar, dan bidang bimbingan                    karier (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia, 1995).         
         Dengan mendasarkan pada lima prinsip bimbingan dan konseling yang penulis usulkan, yaitu; prinsip pemahaman, prinsip penerimaan, prinsip kebebasan dan keamanan psikologis, prinsip fleksibilitas layanan, dan prinsip keahlian, pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di arahkan untuk menumbuh kembangkan potensi kreativitas siswa ke arah perkembangan aktualisasasi diri.  Abraham Maslow dalam Frank G.Goble (1987)  mengemukakan bahwa orang-orang yang mengaktualisasikan diri memiliki apa yang oleh Maslow disebut “kemerdekaan psikologis”.  Mereka mampu mengambil keputusan-keputusan mereka sendiri sekalipun melawan pendapat khalayak ramai.  Mereka tidak segan menolak kebudayaan mereka jika memang tidak sejalan dengan pandangan mereka.  Kemerdekaan psikologis ini sangatlah penting untuk dimiliki oleh para siswa agar mereka sanggup mengekspresikan potensinya menjadi perilaku yang nyata, baik dalam bentuk gagasan ke arah pemikiran kreatif maupun dalam bentuk produk-produk sebagai hasil karyanya.   Apabila situasi ini berhasil dikembangkan di sekolah, maka dapat diprediksikan bahwa bangsa Indonesia dalam dua puluh tahun ke depan akan mampu memecahkan problem-problem yang sekarang sedang dihadapi dalam bidang ekonomi, politik, kesehatan maupun sosial budaya.
          Untuk mencapai harapan tersebut, guru pembimbing hendaknya mampu sebagai pelopor pembaharuan untuk menciptakan dukungan lingkungan melalui pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah dalam menumbuh kembangkan potensi kreativitas siswa, dengan menciptakan lingkungan yang mereka perlukan, yaitu :
1).  Fleksibilitas dalam kesempatan.  Karena siswa kreatif lebih suka belajar sendiri, dan mungkin belajarnya berbeda dari siswa yang lain, perlu diupayakan fleksibilitas dalam memberi kesempatan yang menuju ke pengarahan diri secara bertanggung jawab. Minat mereka yang luas dan kecenderungan berpikir divergen akan tumbuh subur dalam lingkungan yang tidak membatasi.
2). Contoh yang positif.  Guru pembimbing di sekolah diharapkan mampu menjadi model perilaku yang layak dicontoh oleh siswa.  Tokoh medel yang baik dapat memberi gambaran yang komprehensif kepada siswa kreatif mengenai jenis keterampilan yang diperlukan agar produktif dalam bidang minat khusus mereka dan sekaligus menumbuhkan motivasi mereka.
3).  Bimbingan dan dukungan.  Siswa kreatif memerlukan penguatan untuk prestasi mereka agar menjadi percaya diri terhadap karya mereka. Lingkungan yang responsif akan menguatkan semangat mereka untuk berkreasi menjadi pribadi yang kreatif.  Pujian kepada  siswa yang berkarya dan kritik yang positif dapat mendukung pertumbuhan kemampuan kreatif dan kepercayaan diri.
4).  Rasa humor.  Rasa humor dapat dikembangkan melalui penciptaan kebebasan dan keamanan psikologis kepada siswa. Humor sebagai bakat dapat disalurkan ke ungkapan kreatif secara lisan dan tulisan, drama dan karya seni, dan dapat menjadi dasar kepemimpinan yang berhasil di antara teman sebaya.
5).  Empati.  Guru pembimbing sangat penting untuk memahami masalah khusus dari siswa kreatif.  Guru pembimbing yang memahami dan memberi dukungan  dapat membantu menyelamatkan siswa kreatif dari kepercayaan yang menyakitkan bahwa ada sesuatu yang salah pada mereka. Dengan memberikan empati, seorang guru pembimbing dapat menghindari kecenderungan siswa kreatif untuk membuktikan kepada teman sebaya bahwa mereka sama seperti yang lain, dengan upaya tidak kreatif yang hanya membuang-buang talenta mereka.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar